Part 2 :
Menurut salah satu tulisan yang
saya baca, dekonstruksi, secara garis besar adalah cara untuk membawa
kontradiksi-kontradiksi yang bersembunyi di balik konsep-konsep kita selama ini
dan keyakinan yang melekat pada diri ini ke hadapan kita. Dekonstruksi adalah
melucuti sebuah hal yang telah anda pegang teguh sebagai sebuah hal yang common
sense. Maka dekonstruksi rutinitas adalah mempertanyakan kembali rutinititas
itu oleh anda sebagai subjek, dan bukannya membiarkan diri anda menjadi objek
dari rutinitas. To put it simple, dekonstruksi rutinitas dapat dilakukan ketika
anda, with full awareness, stop doing the routine for a while and start
asking this kind of questions, “Am I having fun with my everyday life?” “Am I
happy with all the things that happen to me right know?”
Pada titik inilah, seharusnya anda
dapat memilah satu demi satu hal-hal yang ada dalam kehidupan anda. Anda akan
bisa melihat segalanya, kalau menurut istilah dari Spinoza “Sub specie aeternitatis"
“melihat segala sesuatu dari perspektif keabadian” atau mungkin kita akan lebih
familiar dengan istilah “Seeing the big picture”. Dan jangan salah, terkadang
“Big Picture” itu hadir sebagai keteraturan dalam ketidak teraturan, seperti
sebuah laut, terlihat statis namun sebenarnya dipenuhi oleh aliran air yang
dinamis. Kadang, menjadi seseorang yang mau mencoba untuk melihat semua hal
dari sudut pandang yang luas, juga membutuhkan latihan dan kepekaan. So are you seeing the big picture in your daily
life? Or else, how should I see the big picture in my daily life?
Kita tidak perlu melakukan hal
drastis seperti berhenti total dari rutinitas untuk dapat lebih menghargai
hidup. Justru nilai-nilai hidup akan selalu muncul pada rutinitas kita lewat
hal yang tidak disangka-sangka. Seperti contohnya, rutinitas yang saya lakukan
setiap hari dimulai dengan pergi dan pulang ke tempat bekerja menggunakan bus
Damri. Di dalam bus, saya dapat
melakukan dua hal yang berbeda. Yang pertama adalah mengutuk jalanan yang
macet, dan menghabiskan waktu dengan smartphone saya sambil marah-marah
memberitahukan kepada seluruh dunia betapa kemacetan itu menjengkelkan, atau
yang kedua, saya bisa mengamati orang-orang di luar lewat kaca jendela.
Menerka-nerka tentang kehidupan mereka, mengamati mimik wajah mereka, melihat
ada yang tertawa, tersenyum, terlihat buru-buru, dan lain sebagainya. Dan
percayalah, meskipun terdengar konyol, pengamatan seperti itu akan membuat
hidup anda terasa lebih berwarna daripada biasanya.
Saya pernah membaca sebuah
tulisan tentang ‘eksistensialisme’ yang mengatakan bahwa ” Our attention shifts effortlessly from a passing automobile or
humming of electronic equipment to the inner voice. Yet, in between the
constant switches from inner to outer, there are minuscular pauses. Those are
the existential moments.” Tulisan ini mengatakan, bahwa sebetulnya manusia
memiliki kepekaan alami untuk mendengarkan berbagai macam suara baik dari dalam
maupun dari luar dirinya. Dan “momen eksistensial” seperti yang dikatakan di
atas adalah hal yang terjadi saat fokus kita berpindah dari suara luar (outer
voices, misalnya kebisingan jalan raya) menjadi menuju percakapan dan
suara-suara dalam diri kita (inner voices).
Pic source : http://tinyurl.com/7fo3ft7
Beberapa dari anda mungkin akan
lebih akrab dengan istilah “melamun” misalnya. Namun, mungkin saja di saat
melamun itu justru momen eksistensial kita hadir. Who knows? Martin Heidegger,
seorang eksistensialis, menyebut kondisi ‘minuscular pauses’ ini sebagai ‘being
absent’ atau ‘menjadi-tiada’. Para guru sufi atau budaya timur lainnya mungkin
mengatakan ini sebagai momen ‘transendental’. Intinya, sebetulnya kita memiliki
kemampuan untuk sampai pada keadaan yang memungkinkan diri kita untuk
melepaskan diri dari segala beban pikiran, berada pada kekosongan, rileks dan melihat dunia secara
lebih jernih. Bahkan ada yang mengatakan kemungkinan bahwa momen itu adalah
fase kreativitas yang paling tinggi dari manusia. Untuk mencapai eureka, atau (menurut istilah pribadi saya)
untuk menyerap sebersit energi dan pengetahuan yang sudah disediakan oleh alam
semesta.
Konsep ‘momen eksistensial’ yang dipaparkan di
atas, harus diakui memang terdengar ideal-romantis dan tidak mudah untuk diterapkan.
Sehingga untuk mencapai hal itu, banyak orang yang lalu melakukan meditasi,
berdoa, atau relaksasi secara berkala. Tetapi, berdoa, misalnya, bagi saya
pribadi bukan hanya kegiatan bicara pada tuhan, dan tidak melulu dilakukan
secara rutin dalam waktu-waktu tertentu dalam konteks “ibadah”. Doa bagi saya
artinya adalah ‘menarik diri dari rutinitas’, untuk berbicara secara lebih
dalam dengan diri sendiri, dimanapun, kapanpun.
Prayer is a personal way for
seeking answer within ourselves. Dan salah satu hal yang kadang terlupakan
adalah bahwa doa tidak selalu berupa permintaan dan penyataan. Doa juga bisa muncul
atau dipicu oleh pertanyaan.
Terkadang, mungkin ada
orang-orang yang menganggap bahwa kontemplasi atau pertanyaan-pertanyaan
seputar kehidupan sehari-hari adalah omong kosong belaka. Ignorance is a bliss katanya. Atau, ada yang bilang “Kebanyakan
nanya, ngeluh mulu, kaya ga pernah bersyukur aja”. Menurut saya itu lucu,
justru pertanyaan dan keingintahuan adalah cara menuju gerbang spiritualitas
yang lebih tinggi. Dan biasanya kontemplasi cenderung membuat orang bersyukur
untuk hal-hal kecil yang mungkin bagi kebanyakan orang adalah hal-hal yang
konyol. Dengan berhenti dari rutinitas, dan membuka kesadaran akan hal-hal yang
“hadir” pada kegiatan itu, pada akhirnya, kita justru akan belajar tentang makna
dari rutinitas itu sendiri.
Budaya Jepang memiliki konsep
yang disebut dengan Mono No Aware (物の哀れ)
yang artinya “Sensitivity of things”, “The Awareness Of Impermanence” atau
kesadaran akan kefanaan. Filosofi ini mengajarkan untuk menikmati keindahan
dari hal-hal yang sifatnya sementara, seperti Bunga Sakura yang hanya tumbuh
dalam waktu yang singkat, embun pagi dan udara sejuk yang menyegarkan, atau
cahaya lembayung senja di sore hari. Filosofi ini mengangkat konsep kontemplasi
menjadi bagaimana manusia menghargai kejadian hidup sehari-hari dalam keduniawiannya. Kontemplasi semacam ini,
hanya akan dapat dilatih apabila kita memiliki kemampuan untuk menajamkan
kepekaan pada lingkungan kita sehari-hari. Kita hanya perlu belajar untuk
menghargai dan mengamati detil-detil kecil kehidupan dengan lebih teliti. Bagi
saya kontemplasi berhubungan erat dengan mempertanyakan sekaligus mengagumi,
dan mensyukuri kehidupan yang telah diciptakan oleh Tuhan.
Kontemplasi ada dalam keheningan
diantara percakapan yang mencerahkan bersama teman-teman dekat anda. Di mata seorang anak kecil yang menatap diri anda, pada sentuhan lembut
dari kekasih yang anda sayangi, lewat tawa orang-orang tak dikenal yang berlalu lalang di sekitar anda. Kontemplasi muncul pada semangkuk sarapan pagi yang
disiapkan oleh sang ibunda. Dalam senyuman dari seorang rekan yang sudah anda lupa
namanya, melalui ingatan-ingatan menyenangkan maupun menyedihkan di masa lalu, pada
tulisan-tulisan yang anda baca saat istirahat kerja, lewat suara daun-daun
yang ditiup oleh angin, serta hujan yang turun di sore hari. Kontemplasi hadir sepersekian
detik tanpa disadari seperti sebuah kehangatan yang tiba-tiba menyentuh hati, pada
semua hal yang dapat membuat kita hening sejenak, berdiam diri, dan mencermati
semua kejadian serta memori yang telah, sedang, dan akan terjadi untuk melihat
makna lain dari kehidupan ini.
"People often belittle the place where they were born, but heaven can be found in the most unlikely places, this is the greatest gift God can give you: to understand what happened in your life. To have it explained. It is the peace you have been searching for. That's what heaven is. - Mitch Albom, The Five People You Meet in Heaven"
Detta, kukutuk kau jadi penulis beken...
ReplyDelete#terngangasakingkerennya
Indah bro, dan super cerdas blognya, gw menyukai hampir semua bagian dari tulisan ini. But my most favorite part is about big picture thing. U said it very beautiful
ReplyDelete"Big Picture” itu hadir sebagai keteraturan dalam ketidak teraturan, seperti sebuah laut, terlihat statis namun sebenarnya dipenuhi oleh aliran air yang dinamis."
perpaduan sempurna antara keindahan dan kecerdasan, Great Writing brother!